Business Process Management Life Cycle

Hafiz Ma'ruf
4 min readMay 27, 2020

--

Secara umum, pertanyaan pertama yang perlu diklarifikasi oleh tim yang akan memulai inisiatif BPM adalah proses bisnis pada sisi mana yang ingin kita tingkatkan? Di beberapa organisasi yang belum pernah terlibat dalam BPM sebelumnya, tim BPM harus mulai dengan setidaknya mengidentifikasi proses yang relevan dengan masalah yang sudah ada, membatasi ruang lingkup proses, dan mengidentifikasi hubungan antar proses.

Tujuan terlibat dalam inisiatif BPM adalah untuk memastikan bahwa proses bisnis yang dicakup oleh inisiatif BPM mengarah pada hasil positif yang konsisten dan memberikan nilai maksimum kepada organisasi dalam melayani kliennya. Mengukur nilai yang disampaikan oleh suatu proses adalah langkah penting dalam BPM. Seperti yang pernah dikatakan oleh software engineer terkenal, Tom DeMarco:

You can’t control what you can’t measure”.

Jadi, sebelum memulai untuk menganalisis proses secara rinci, penting untuk mendefinisikan langkah-langkah kinerja proses (performance metrics) yang akan digunakan dengan jelas. Dimana performance metrics digunakan sebagai acuan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi yang baik atau dalam kondisi buruk. Performance metrics umumnya berkaitan dengan biaya, waktu, kualitas, dan fleksibilitas.

Singkatnya, saya ilustrasikan bagaimana lifecycle dari BPM pada gambar di bawah ini:

  1. Proses Identifikasi

Fase pertama dimulai dengan masalah kebutuhan bisnis yang diajukan. Proses yang relevan dengan masalah yang ditangani diidentifikasi, dibatasi, dan juga saling terkait satu sama lainnya. Hasil identifikasi proses adalah arsitektur proses yang baru atau diperbarui, yang memberikan gambaran keseluruhan proses dalam suatu organisasi dan hubungannya. Arsitektur ini kemudian digunakan untuk memilih proses atau dengan kata lain, mengatur proses mana saja yang akan dikelola dalam life cycle dari BPM. Biasanya, proses identifikasi dilakukan secara paralel dengan identifikasi performance metrics.

2. Proses Pemodelan (Discovery Process)

Pada fase ini, keadaan dari masing-masing proses yang relevan didokumentasikan dalam bentuk satu atau beberapa model yang apa adanya (menyajikan berbagai opsi model untuk dianalisis).

3. Proses Analisis

Dalam fase ini, masalah yang terkait dengan proses diidentifikasi, didokumentasi, dan dalam waktu tertentu dikuantifikasi menggunakan performance metrics. Output dari fase ini adalah kumpulan masalah terstruktur. Masalah-masalah ini nantinya akan diprioritaskan berdasarkan dampak potensial yang diakibatkan, serta upaya yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

4. Proses Perancangan Ulang (Redesign Process)

Fase yang juga disebut sebagai proses perbaikan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan pada proses. Proses ini akan membantu mengatasi masalah yang diidentifikasi pada fase sebelumnya dan memungkinkan organisasi untuk memenuhi tujuan kinerjanya.
Beberapa opsi perubahan dianalisis dan dibandingkan dalam performance metrics yang dipilih. Oleh karena itu, proses perancangan ulang dan proses analisis berjalan seiring (ketika opsi perubahan baru diusulkan, opsi tersebut dianalisis menggunakan teknik pada proses analisis). Selanjutnya, opsi perubahan yang paling menjanjikan dipertahankan dan digabungkan menjadi proses yang dirancang ulang. Output dari fase ini biasanya merupakan model proses yang akan datang.

5. Proses Implementasi

Dalam fase ini, perubahan yang diperlukan untuk berpindah dari model sementara sebelumnya ke model yang siap digunakan dieksekusi atau diimplementasikan. Implementasi proses mencakup dua aspek: manajemen perubahan organisasi dan otomatisasi. Manajemen perubahan organisasi mengacu pada serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk mengubah cara kerja semua peserta yang terlibat dalam proses. Kegiatan-kegiatan ini meliputi:

  • Menjelaskan perubahan pada peserta proses sampai mereka memahami baik perubahan apa yang diperkenalkan dan mengapa perubahan tersebut bermanfaat bagi perusahaan.
  • Menempatkan rencana manajemen perubahan sehingga stakeholder tahu kapan perubahan akan berlaku dan pengaturan transisi seperti apa yang akan dikerjakan untuk pengalokasian selama transisi ke proses eksekusi model.
  • Melatih pengguna BPM (pegawai) bekerja dengan cara baru dan memantau perubahan untuk memastikan transisi yang lancar ke proses yang akan dilakukan.

Sedangkan proses otomatisasi itu mengacu pada pengembangan dan penyebaran sistem TI (atau versi yang ditingkatkan dari sistem TI yang ada) yang mendukung proses yang akan terjadi. Sistem TI ini harus mendukung peserta proses dalam kinerja tugas, termasuk di dalamnya menugaskan fungsi-fungsi kepada peserta proses, membantu peserta proses untuk memprioritaskan pekerjaan mereka, memberikan peserta proses dengan informasi yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas, dan melakukan cross-check otomatis dan tugas-tugas otomatis lainnya jika memungkinkan.

6. Proses Pemantauan (Monitoring Process)

Setelah proses yang didesain ulang sudah berjalan, data yang relevan dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan seberapa baik proses tersebut berkenaan dengan ukuran dan tujuan kinerja. Hambatan-hambatan, kesalahan berulang, atau penyimpangan terhadap perilaku bisnis diidentifikasi dengan tindakan korektif dilakukan. Masalah-masalah baru kemudian mungkin dapat muncul dalam proses yang sama atau dalam proses lainnya, yang membutuhkan siklus untuk diulang secara berkelanjutan.

Life cycle dari BPM juga membantu kita memahami peran teknologi dalam BPM. Teknologi informasi adalah instrumen kunci untuk meningkatkan proses bisnis. Tidak mengherankan, spesialis IT seperti system engineer sering memainkan peranan penting dalam inisiatif BPM. Namun, untuk mencapai hasil yang maksimum, system engineer perlu menyadari bahwa teknologi hanyalah satu instrumen untuk mengelola dan menjalankan proses. System engineer perlu bekerja sama dengan analis proses untuk memahami masalah apa yang memengaruhi proses tertentu. Cara terbaik mengatasi masalah ini yaitu melalui otomatisasi atau dengan pendekatan lain.

--

--